AKBP Basuki Dipecat dari Polri Usai Sidang KKEP Terkait Kematian Dosen Untag Semarang
medianews.web.id Kasus kematian dosen Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang akhirnya membawa konsekuensi besar bagi AKBP Basuki. Setelah melalui serangkaian pemeriksaan dan proses etik, sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) yang digelar oleh Polda Jawa Tengah resmi menjatuhkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada yang bersangkutan.
Putusan ini menjadi salah satu langkah tegas institusi Polri dalam menangani anggota yang dianggap melakukan pelanggaran berat. Penjatuhan sanksi tersebut menjadi perhatian publik, mengingat kasus kematian dosen berinisial D atau Levi sempat menjadi sorotan luas masyarakat.
Sidang Digelar Polda Jateng dengan Pengamanan Ketat
Proses sidang berlangsung dalam pengawasan ketat. Lokasinya berada di salah satu ruang sidang internal Polda Jawa Tengah, wilayah Semarang Selatan. Sidang berlangsung sejak pagi hari dan baru berakhir pada sore hari. Ketika sidang selesai, AKBP Basuki terlihat keluar ruang persidangan mengenakan rompi hijau bertuliskan “patsus”. Rompi itu menandakan bahwa yang bersangkutan sedang berada dalam masa penempatan khusus.
Sejumlah anggota kepolisian mengawal pergerakannya hingga keluar ruang sidang. Kondisi ini menggambarkan bahwa Polri menempatkan proses tersebut dalam pengawasan tertutup dan disiplin tinggi, mengingat sensitivitas kasus yang sedang ditangani.
Pimpinan Sidang dan Susunan Komisi Etik
Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Artanto, menyampaikan bahwa sidang kode etik dipimpin oleh Pejabat Pengawas Inspektorat Pengawasan Daerah (Itwasda), Kombes Fidel, sebagai Ketua Sidang. Wakil ketua dalam sidang tersebut adalah Kombes Rio Tangkari yang menjabat sebagai Kabidkum Polda Jateng.
Susunan komisi etik yang melibatkan pejabat tinggi ini menegaskan keseriusan Polda Jateng dalam memastikan proses berlangsung objektif, transparan, dan sesuai aturan internal Polri. Kehadiran pejabat setingkat kombes sebagai pimpinan sidang juga memperlihatkan tingkat pelanggaran yang dinilai berat.
Latar Belakang Kasus: Kematian Dosen Untag Semarang
Kasus bermula dari meninggalnya seorang dosen Untag Semarang bernama D atau Levi. Kematian tersebut diduga berkaitan dengan tindakan yang melibatkan AKBP Basuki. Publik memberikan perhatian besar terhadap kasus ini karena menyangkut integritas aparat penegak hukum serta nasib korban yang merupakan akademisi muda.
Kematian Levi memicu reaksi dari berbagai pihak, termasuk civitas akademika Untag, pemerhati hukum, hingga organisasi masyarakat. Tekanan publik akhirnya mendorong Polri untuk bergerak cepat melakukan penyelidikan internal sekaligus pemeriksaan etik. Dalam proses itu, nama AKBP Basuki muncul sebagai salah satu pihak yang bertanggung jawab atas tindakan yang dinilai melanggar aturan.
Proses Etik: Evaluasi Tindakan, Kewenangan, dan Pelanggaran
Sidang KKEP tidak hanya memeriksa aspek moral dan perilaku anggota, tetapi juga mengevaluasi apakah tindakan yang dilakukan oleh terlapor melanggar wewenang kepolisian. Komisi Etik melakukan pemeriksaan terhadap dokumen, laporan saksi, rekaman, dan hasil penyelidikan sebelumnya.
Dalam aturan Polri, pemberhentian tidak dengan hormat merupakan hukuman paling berat dalam pelanggaran kode etik. Sanksi ini diberikan apabila anggota terbukti melakukan tindakan yang mencoreng institusi, melampaui batas kewenangan, atau menyebabkan dampak besar terhadap publik.
Keputusan terhadap AKBP Basuki diambil setelah komisi mempertimbangkan seluruh bukti dan kesaksian. Meski detail pelanggaran tidak dipaparkan secara rinci, sidang menyimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan telah melanggar nilai-nilai dasar yang wajib dijunjung anggota Polri.
Dampak Putusan PTDH terhadap Karier dan Status Hukum
Sanksi PTDH berarti AKBP Basuki secara resmi tidak lagi menjadi anggota Polri. Selain kehilangan status kepangkatan dan hak-hak keanggotaan, ia juga wajib menjalani proses hukum jika ada unsur pidana dalam peristiwa tersebut. Polri menegaskan bahwa proses etik dan proses pidana dapat berjalan berdampingan.
Pemberhentian ini juga memberi ruang bagi aparat penegak hukum untuk melanjutkan penyidikan secara independen tanpa terhalang status jabatan. Bagi keluarga korban dan publik yang mengikuti kasus ini, keputusan ini dianggap sebagai bentuk akuntabilitas yang diharapkan.
Respons dari Publik dan Lingkungan Akademik
Berita pemecatan tersebut menyebar luas dan memicu banyak reaksi. Sebagian besar masyarakat menilai langkah Polri sebagai tindakan yang tepat dan menegaskan bahwa hukum harus berlaku untuk semua orang, termasuk anggota kepolisian. Lingkungan akademik Untag Semarang menyambut keputusan ini dengan harapan bahwa kasus kematian Levi dapat diselesaikan secara terang benderang.
Beberapa organisasi mahasiswa dan pemerhati hak asasi manusia juga mendesak agar proses pidana tidak berhenti pada sanksi etik. Mereka meminta penegakan hukum dilakukan setransparan mungkin agar keluarga korban mendapatkan keadilan.
Komitmen Polri dalam Penegakan Etik dan Reformasi Internal
Kasus ini menjadi salah satu contoh bahwa Polri sedang berupaya memperbaiki citra dan memperkuat akuntabilitas internal. Sidang KKEP dipandang sebagai instrumen penting dalam proses reformasi Polri. Tindakan tegas terhadap pelanggaran menjadi indikator bahwa institusi tidak lagi mentolerir penyimpangan yang mencederai publik.
Ke depan, kasus serupa diharapkan dapat ditangani dengan cepat dan terbuka agar kepercayaan masyarakat terhadap Polri terus meningkat.
Penutup: Transparansi untuk Menjamin Keadilan
Pemecatan AKBP Basuki menjadi langkah signifikan dalam menyelesaikan kasus kematian dosen Untag Semarang. Meski sidang etik telah selesai, proses hukum kemungkinan masih berlanjut. Publik berharap bahwa seluruh proses dapat dituntaskan dengan seadil-adilnya. Keputusan ini sekaligus menjadi pengingat bahwa setiap aparat memiliki tanggung jawab moral dan hukum yang besar dalam menjalankan tugasnya.

Cek Juga Artikel Dari Platform marihidupsehat.web.id
