4 Tuntutan Demo Buruh di Jakarta: Hapus Outsourcing dan Naikkan Upah
medianews.web.id Gelombang besar aksi buruh kembali menggema di Jakarta. Ribuan massa yang tergabung dalam berbagai serikat pekerja berkumpul di area Jakarta Convention Center (JCC) Senayan untuk melakukan konsolidasi nasional. Aksi ini bukan sekadar unjuk rasa, melainkan upaya menyatukan arah perjuangan buruh di seluruh Indonesia agar memiliki satu suara dalam memperjuangkan kesejahteraan.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, yang juga menjabat sebagai Presiden Partai Buruh, memimpin langsung jalannya konsolidasi. Ribuan peserta aksi datang dari berbagai wilayah sekitar Jabodetabek hingga Karawang. Menurut Iqbal, JCC dipilih sebagai lokasi utama agar para buruh bisa fokus pada pendalaman isu serta memahami strategi perjuangan yang akan ditempuh ke depan.
Aksi Serentak di Seluruh Indonesia
Tidak hanya di Jakarta, aksi serupa juga terjadi di berbagai provinsi secara bersamaan. Para buruh menggelar demonstrasi di depan Kantor Gubernur masing-masing daerah. Dari Aceh hingga Papua, suara mereka bergema menyuarakan tuntutan yang sama: keadilan bagi pekerja.
Beberapa wilayah yang ikut serta antara lain Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Pekanbaru, Makassar, hingga Banjarmasin. Di setiap kota, massa buruh mengibarkan spanduk dan poster berisi pesan tentang penghapusan sistem kerja outsourcing, kenaikan upah layak, dan perbaikan kesejahteraan pekerja.
Momen ini menandai kebangkitan solidaritas antarpekerja lintas daerah. Mereka menyebut aksi ini sebagai “gelombang persatuan buruh nasional,” simbol bahwa perjuangan mereka tidak lagi berdiri sendiri-sendiri, tetapi terkoordinasi secara nasional.
Empat Tuntutan Utama Buruh
Dalam konsolidasi tersebut, serikat buruh menyampaikan empat tuntutan utama kepada pemerintah. Tuntutan ini dianggap sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan yang dinilai belum berpihak pada kesejahteraan pekerja.
1. Hapus Sistem Outsourcing
Para buruh menilai sistem outsourcing telah menimbulkan ketidakpastian kerja dan menurunkan martabat tenaga kerja. Pekerja outsourcing dianggap mudah diberhentikan dan tidak mendapatkan hak yang sama seperti pekerja tetap. Dalam pandangan serikat buruh, penghapusan sistem ini menjadi langkah awal menuju keadilan industri.
2. Kenaikan Upah Minimum 8,5–10,5 Persen
Kenaikan upah menjadi isu sentral dalam setiap aksi buruh. Menurut mereka, kenaikan sebesar 8,5 hingga 10,5 persen dianggap wajar mengingat kenaikan harga kebutuhan pokok dan inflasi yang terus meningkat. Para buruh berharap pemerintah segera menetapkan kebijakan upah baru yang lebih realistis agar daya beli masyarakat pekerja bisa meningkat.
3. Perbaikan Sistem Jaminan Sosial dan BPJS Ketenagakerjaan
Selain upah, buruh juga menyoroti masalah jaminan sosial. Banyak pekerja yang masih mengalami kesulitan mengakses layanan BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Mereka mendesak pemerintah memperbaiki sistem pelayanan serta memastikan hak-hak pekerja terlindungi tanpa birokrasi rumit.
4. Pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Kontrak dan Harian Lepas
Tuntutan terakhir adalah agar pemerintah segera mengesahkan regulasi khusus yang melindungi pekerja kontrak dan harian lepas. Golongan ini dinilai paling rentan terhadap eksploitasi karena tidak memiliki jaminan status kerja maupun perlindungan hukum yang kuat.
Suara dari Lapangan: Antara Harapan dan Kekecewaan
Banyak pekerja yang mengaku aksi ini lahir dari rasa kecewa terhadap kebijakan yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat kecil. Salah seorang peserta aksi mengatakan bahwa banyak buruh merasa tidak aman karena sistem kerja kontrak dan outsourcing membuat masa depan mereka tidak pasti.
“Mereka bekerja bertahun-tahun, tapi tetap dianggap sementara,” ujarnya sambil memegang poster bertuliskan “Kerja Tetap, Hidup Layak, Harga Mati.”
Di sisi lain, para peserta aksi juga membawa semangat optimisme. Mereka percaya bahwa melalui tekanan publik yang kuat dan aksi konsisten, tuntutan mereka akan mendapat perhatian serius dari pemerintah.
Respon Pemerintah dan Arah Dialog Selanjutnya
Pemerintah menegaskan bahwa pihaknya terbuka terhadap dialog dengan perwakilan serikat buruh. Beberapa pejabat menyebut bahwa tuntutan tersebut akan dibahas dalam forum tripartit antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja.
Meski begitu, buruh menilai langkah pemerintah masih terlalu lambat dan belum menunjukkan komitmen konkret. Mereka meminta agar pembahasan soal upah minimum dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi pekerja, bukan hanya data makro ekonomi.
Para pemimpin serikat berharap pemerintah tidak hanya menanggapi dengan pernyataan normatif, tetapi juga segera mengambil keputusan yang nyata. “Kami ingin bukti, bukan janji,” tegas Said Iqbal dalam orasinya di depan ribuan massa.
Gelombang Solidaritas yang Terus Menguat
Di tengah derasnya arus globalisasi dan tekanan ekonomi, aksi buruh ini menjadi pengingat bahwa kekuatan kolektif masih relevan. Para pekerja lintas sektor menunjukkan bahwa mereka mampu bersatu dalam memperjuangkan kepentingan bersama.
Solidaritas yang terjalin dari Aceh hingga Papua menjadi simbol kuat bahwa perjuangan buruh tidak akan berhenti sampai keadilan benar-benar diwujudkan. Dari pekerja pabrik, karyawan kontrak, hingga buruh harian lepas — semua menyuarakan pesan yang sama: hidup layak adalah hak, bukan privilese.
Penutup: Harapan untuk Keadilan Sosial
Demo buruh kali ini bukan hanya sekadar protes terhadap kebijakan, tetapi juga refleksi atas realitas sosial yang dihadapi jutaan pekerja Indonesia. Di tengah tantangan ekonomi global dan digitalisasi industri, suara buruh tetap menjadi fondasi penting dalam menjaga keseimbangan antara produktivitas dan kesejahteraan.
Harapannya, empat tuntutan utama ini tidak hanya menjadi wacana tahunan, melainkan titik balik dalam perbaikan nasib pekerja Indonesia. Sebab, di balik setiap aksi dan spanduk yang dikibarkan, ada keluarga yang menunggu keadilan dan masa depan yang lebih pasti.

Cek Juga Artikel Dari Platform bengkelpintar.org
