UNIFIL: Israel Bangun Tembok yang Masuk ke Wilayah Lebanon, Langgar Garis Biru PBB
medianews.web.id Pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon, UNIFIL, kembali mengungkap temuan yang memicu ketegangan antara Israel dan Lebanon. Mereka menyatakan bahwa Israel telah membangun sebuah tembok beton berbentuk T yang melampaui Garis Biru—garis demarkasi yang ditetapkan PBB sebagai batas penarikan pasukan Israel dari Lebanon Selatan. Struktur tersebut ditemukan berdiri di dalam wilayah Lebanon, sehingga dianggap sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan negara tersebut.
UNIFIL menilai pembangunan tembok semacam itu bukan sekadar persoalan teknis, melainkan tindakan yang berpotensi memperburuk ketegangan militer di kawasan perbatasan. Temuan ini sekaligus mengingatkan kembali sensitifnya hubungan Israel–Lebanon yang selama ini telah dipicu oleh berbagai insiden lintas batas.
Pelanggaran Garis Biru yang Dianggap Serius
Dalam laporan resminya, UNIFIL menjelaskan bahwa tembok beton itu berdiri di wilayah barat daya Yaroun, salah satu desa perbatasan di Lebanon Selatan. Setelah dilakukan survei langsung di lapangan, pasukan PBB tersebut memastikan bahwa tembok tersebut telah menerobos Garis Biru. Akibat pembangunan ini, sekitar 4.000 meter persegi wilayah Lebanon tidak lagi dapat diakses oleh warga negaranya sendiri.
Garis Biru merupakan garis penanda yang disepakati komunitas internasional untuk memastikan bahwa Israel telah sepenuhnya meninggalkan Lebanon sejak penarikan militernya pada awal 2000-an. Garis tersebut bukan batas negara resmi, namun dihormati secara internasional untuk mencegah gesekan antara kedua negara yang secara teknis masih berada dalam kondisi konflik.
Pelaporan pelanggaran Garis Biru bukan pertama kali terjadi. Namun, pembangunan tembok fisik dalam skala besar dianggap sebagai tindakan yang lebih serius karena dapat mengubah akses dan kondisi geografis wilayah.
UNIFIL Desak Israel Untuk Menghentikan Aktivitas Pelanggaran
Sebagai pihak pengawas resmi, UNIFIL telah menyampaikan keberatannya secara langsung kepada Israel. Pasukan penjaga perdamaian itu menuntut agar tembok tersebut segera ditinjau, dikoreksi, atau dipindahkan untuk memastikan tidak ada lagi bagian struktur yang menembus wilayah Lebanon.
UNIFIL menekankan bahwa stabilitas kawasan perbatasan sangat bergantung pada kepatuhan kedua pihak terhadap garis demarkasi. Tindakan unilateral seperti pembangunan tembok tanpa koordinasi dikhawatirkan dapat memicu reaksi yang tidak diinginkan dari kelompok bersenjata di Lebanon, terutama Hizbullah yang memiliki pengaruh besar di wilayah selatan negara tersebut.
Selain itu, UNIFIL juga mengingatkan bahwa mandat mereka adalah menjaga perdamaian, bukan hanya memantau. Mereka siap melakukan pertemuan teknis bersama kedua pihak untuk membahas perbaikan situasi.
Respons Lebanon atas Pembangunan Tembok
Pemerintah Lebanon menilai pembangunan tembok itu sebagai bentuk agresi baru. Bagi Beirut, setiap tindakan Israel yang memasuki wilayahnya merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan nasional dan dapat dianggap sebagai ancaman keamanan.
Otoritas Lebanon menegaskan bahwa mereka tidak akan mentolerir pelanggaran yang dapat mengubah realitas geografis di perbatasan. Pemerintah juga meminta UNIFIL memperkuat pengawasan di area tersebut untuk mencegah eskalasi.
Kelompok bersenjata Hizbullah pun disebut sedang memantau perkembangan. Meski tidak memberikan komentar resmi, kelompok itu dikenal sangat sensitif terhadap setiap pelanggaran Israel di wilayah perbatasan. Hal ini membuat situasi semakin berpotensi memanas apabila tidak segera diselesaikan melalui jalur diplomasi.
Posisi Israel dan Kemungkinan Motif Pembangunan Tembok
Israel belum memberikan alasan rinci mengenai pembangunan tembok beton tersebut. Namun, beberapa analis menilai bahwa proyek seperti ini biasanya berkaitan dengan upaya Israel memperketat keamanan di sepanjang perbatasan utara. Kawasan tersebut kerap terjadi penyusupan, pertukaran tembakan, maupun kegiatan pengintaian antara Israel dan kelompok bersenjata di Lebanon.
Bagi Israel, tembok keamanan adalah salah satu strategi untuk mencegah infiltrasi. Meski demikian, pembangunan tembok yang melewati Garis Biru tetap dianggap tidak sesuai prosedur internasional.
Pengamat juga menyebut bahwa dalam beberapa kasus, perbedaan interpretasi peta atau kondisi geografis dapat menyebabkan kesalahan teknis dalam penempatan struktur fisik. Namun, pelanggaran area seluas 4.000 meter persegi membuat kemungkinan “kesalahan teknis” dipandang terlalu kecil.
Risiko Eskalasi di Perbatasan Selatan Lebanon
Perbatasan Israel–Lebanon merupakan salah satu titik paling sensitif di Timur Tengah. Ketegangan yang bersumber dari hal kecil dapat berkembang menjadi bentrokan bersenjata. Sebelumnya, insiden pengintaian drone, tembakan artileri, hingga penangkapan individu di perbatasan pernah memicu ketegangan besar.
UNIFIL khawatir bahwa keberadaan tembok baru ini dapat mengganggu status quo. Potensi gesekan antara militer Israel dan kelompok bersenjata Lebanon bisa meningkat jika kondisi tidak segera dijernihkan. Perubahan fisik di daerah perbatasan sering kali dianggap sebagai provokasi oleh salah satu pihak.
Beberapa wilayah perbatasan bahkan dihuni warga sipil yang bergantung pada lahan pertanian. Ketika area mereka dibatasi oleh tembok atau pagar dari pihak lain, kehidupan sehari-hari mereka otomatis terganggu.
Upaya Diplomasi untuk Redakan Ketegangan
Menghadapi situasi ini, UNIFIL berperan sebagai mediator. Mereka siap mempertemukan perwakilan militer kedua negara dalam forum trilateral. Forum semacam ini biasanya digunakan untuk menyelesaikan perbedaan teknis, termasuk penafsiran Garis Biru dan batas akses wilayah.
Diplomasi internasional diharapkan mampu mencegah perluasan konflik. Banyak negara menyadari bahwa ketegangan di perbatasan Israel–Lebanon berpotensi memicu eskalasi regional, mengingat keterlibatan berbagai aktor seperti Amerika Serikat, Iran, dan kelompok-kelompok bersenjata di kawasan.
Kesimpulan: Temuan UNIFIL Perlu Ditangani Serius
Pernyataan UNIFIL mengenai tembok yang dibangun Israel di wilayah Lebanon menjadi sinyal bahwa situasi perbatasan kembali memasuki fase rawan. Aksi unilateral Israel dianggap sebagai pelanggaran Garis Biru dan berpotensi memperburuk hubungan yang sudah lama tegang.
Dengan tekanan diplomatik dan koordinasi lintas pihak, diharapkan pembangunan tembok tersebut dapat diperbaiki dan tidak memicu konflik baru. Kawasan perbatasan membutuhkan stabilitas, tidak hanya demi kepentingan kedua negara, tetapi juga bagi perdamaian kawasan Timur Tengah secara keseluruhan.

Cek Juga Artikel Dari Platform kabarsantai.web.id
