Jokowi di Forum Bloomberg: Masa Depan “Ekonomi Kecerdasan” Bergantung pada SDM Melek AI
medianews.web.id Dalam sebuah forum internasional yang digelar Bloomberg di Singapura, mantan Presiden Joko Widodo menyampaikan pandangan strategis mengenai arah ekonomi dunia. Ia menyebut bahwa dunia kini memasuki fase “ekonomi kecerdasan” atau intelligent economy, dan keberhasilan setiap negara sangat ditentukan oleh seberapa siap sumber daya manusianya dalam menghadapi era digital, khususnya kecerdasan buatan (AI).
Menurut Jokowi, ekonomi masa depan tidak lagi bertumpu semata pada SDA atau investasi fisik. Justru kapasitas manusia dalam memahami dan memanfaatkan AI akan menjadi faktor pembeda antara negara maju dan negara yang tertinggal. Ia menekankan bahwa teknologi akan menjadi fondasi bagi tata ekonomi global baru.
AI Menjadi Fondasi Baru Persaingan Global
Dalam pidatonya, Jokowi menegaskan bahwa kecerdasan buatan bukan sekadar tren sesaat, tetapi pusat dari perkembangan ekonomi modern. Banyak sektor akan berubah drastis: manufaktur mengadopsi otomatisasi, kesehatan menggunakan AI untuk diagnosis, pertanian mengandalkan data prediktif, dan pendidikan menyesuaikan metode pembelajaran berbasis teknologi.
Namun transformasi ini membutuhkan kesiapan manusia. Jika masyarakat tidak dibekali literasi digital yang memadai, teknologi justru dapat menciptakan kesenjangan sosial baru. Jokowi mengingatkan bahwa AI bisa memperbesar ketimpangan antara yang mampu mengakses teknologi dan yang tertinggal.
Oleh karena itu, ia menekankan bahwa negara harus memberi perhatian besar pada pendidikan vokasi, pelatihan digital, serta pembangunan infrastruktur untuk memperluas akses internet. Tanpa fondasi tersebut, sulit bagi sebuah negara untuk memanfaatkan potensi ekonomi kecerdasan.
Reformasi Lembaga Keuangan Dunia Dinilai Mendesak
Selain menyoroti isu SDM dan AI, Jokowi menyampaikan keprihatinannya terhadap ketimpangan dalam sistem keuangan global. Ia menilai bahwa lembaga internasional seperti World Bank dan IMF perlu mengalami pembaruan agar lebih responsif terhadap tantangan ekonomi masa kini.
Saat ini, banyak negara berkembang terjebak dalam situasi ekonomi sulit karena struktur bantuan keuangan global tidak adaptif. Sementara itu, negara maju mendapatkan akses yang jauh lebih cepat dan lebih ringan. Jokowi menilai kondisi ini sudah tidak sejalan dengan realitas global yang semakin terhubung dan saling bergantung.
Ia menyerukan bahwa dunia membutuhkan arsitektur ekonomi baru yang lebih adil, inklusif, dan tidak memihak negara maju saja. Reformasi lembaga keuangan internasional menjadi salah satu elemen penting untuk mewujudkan ekonomi yang lebih seimbang.
Perdagangan Dunia Membutuhkan Aturan Baru
Selain sektor keuangan, Jokowi menyinggung WTO dan sistem perdagangan dunia. Menurutnya, aturan perdagangan internasional harus diperbarui untuk mencerminkan dinamika ekonomi digital. Era di mana barang dan jasa hanya bergerak secara fisik telah berubah. Kini, perdagangan digital, data lintas negara, dan cloud computing menjadi aspek penting dalam kegiatan ekonomi.
Namun regulasi global belum sepenuhnya mengakomodasi perkembangan tersebut. Jokowi mengingatkan bahwa dunia membutuhkan mekanisme baru untuk memastikan keadilan dalam aliran data, perlindungan privasi, dan keamanan digital. Jika tidak segera diatur, persaingan ekonomi antara negara-negara besar akan semakin tidak seimbang.
Indonesia Butuh SDM Tangguh agar Tidak Tertinggal
Dalam forum tersebut, Jokowi juga membahas posisi Indonesia. Ia menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi besar dalam ekonomi digital, tetapi potensi itu hanya bisa diwujudkan jika masyarakatnya siap menyambut transformasi teknologi.
Investasi teknologi telah masuk dalam berbagai sektor di Indonesia, mulai dari startup hingga industri besar. Namun tantangan terbesar tetap pada kapasitas manusia. Literasi digital masih belum merata, dan akses pendidikan teknologi masih terkonsentrasi di kota besar.
Jokowi mengingatkan bahwa Indonesia harus mempercepat pembangunan talenta digital. Tanpa SDM yang menguasai AI, negara hanya akan menjadi konsumen teknologi, bukan pencipta nilai tambah. Ia mendorong agar Indonesia tidak puas menjadi pasar bagi teknologi luar negeri, tetapi turut membangun teknologi sendiri.
AI dan Etika: Dua Hal yang Tidak Bisa Dipisahkan
Selain membahas manfaat, Jokowi menyentuh isu etika dalam penggunaan AI. Teknologi ini membawa risiko: penyalahgunaan data, manipulasi informasi, hingga ketidakpastian dalam dunia kerja. Oleh karena itu, negara harus membangun regulasi yang mampu mengimbangi perkembangan teknologi.
Dalam pandangannya, AI harus digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup, bukan menimbulkan kekhawatiran baru. Oleh sebab itu, Jokowi mendorong kerja sama global dalam penyusunan aturan AI yang aman, transparan, dan bertanggung jawab.
Kesimpulan: Ekonomi Dunia Sedang Bergeser
Pidato Jokowi di forum Bloomberg menggambarkan kenyataan baru bahwa dunia tengah bergerak menuju ekonomi berbasis kecerdasan. Di tengah perubahan besar itu, SDM yang melek AI akan menjadi kunci utama. Di sisi lain, reformasi sistem keuangan dan perdagangan global juga sangat dibutuhkan agar tidak terjadi kesenjangan lebih besar antarnegara.
Jokowi mengajak semua pihak untuk menyadari bahwa masa depan tidak bisa dihadapi dengan cara lama. Era ekonomi kecerdasan menuntut kemampuan adaptasi, inovasi, dan keberanian dalam mengambil langkah pembaruan.

Cek Juga Artikel Dari Platform liburanyuk.org
