Pramono Tegaskan Ledakan di SMAN 72 Jakarta Bukan Karena Bullying, Ini Temuan Motifnya
medianews.web.id Sebuah insiden mengejutkan terjadi di SMAN 72 Jakarta ketika sebuah ledakan menimpa siswa dan guru di lingkungan sekolah tersebut. Peristiwa itu sempat menimbulkan kepanikan, cedera, serta berbagai spekulasi mengenai penyebabnya. Dalam hitungan jam, publik langsung menduga-duga adanya unsur bullying, konflik antarsiswa, hingga masalah internal sekolah. Namun, seiring berjalannya penyelidikan, gambaran berbeda mulai terungkap.
Ledakan tersebut memicu kekhawatiran di kalangan orang tua, guru, hingga pengamat pendidikan. Insiden di lingkungan sekolah, terlebih dipicu oleh tindakan siswa sendiri, selalu menjadi peringatan serius mengenai kondisi keamanan dan pengawasan di dunia pendidikan. Meski demikian, dugaan awal yang beredar di masyarakat ternyata tidak sepenuhnya tepat.
Pernyataan Tegas dari Gubernur Pramono
Gubernur Jakarta, Pramono Anung, akhirnya menyampaikan klarifikasi resmi mengenai motif tindakan pelaku. Ia menepis dugaan bahwa ledakan dipicu perundungan atau tekanan sosial dari lingkungan sekolah. Menurutnya, penyebab paling kuat justru datang dari faktor eksternal, yakni pengaruh tontonan di media sosial yang dikonsumsi pelaku.
Dalam pernyataannya, Pramono menegaskan bahwa pelaku tidak sedang menghadapi intimidasi atau kekerasan verbal dari teman-teman sekelasnya. Tidak ada catatan khusus terkait konflik di lingkungan sekolah yang memicu tindakan tersebut. Ia menekankan bahwa isu bullying hanya asumsi awal yang menyebar akibat komunikasi publik yang belum terverifikasi.
Dengan penjelasan tersebut, arah penyelidikan bergeser ke faktor psikologis, lingkungan digital, dan pola konsumsi media yang berpotensi memengaruhi tindakan ekstrem di kalangan remaja.
Pengaruh Media Sosial sebagai Sumber Masalah
Salah satu temuan paling penting adalah bahwa pelaku diduga terdorong bertindak setelah menonton konten berbahaya di media sosial. Konten tersebut diduga mengajarkan cara membuat bahan peledak sederhana, eksperimen berbahaya, hingga video tantangan yang mengabaikan aspek keamanan.
Fenomena ini bukan hal baru. Media sosial sering kali menjadi tempat beredarnya konten yang tidak diawasi dengan baik. Remaja yang sedang berada dalam fase eksplorasi, rasa ingin tahu tinggi, dan belum sepenuhnya matang secara emosional, cenderung menjadi target mudah bagi konten semacam itu.
Menurut sejumlah psikolog, remaja memiliki kecenderungan mencoba hal-hal yang terlihat menantang tanpa mempertimbangkan risiko jangka panjang. Ketika mereka menemukan konten yang viral, memancing adrenalin, atau terlihat “keren” di dunia maya, sebagian dapat terdorong untuk menirunya. Situasi ini menjadi lebih berbahaya ketika tidak ada edukasi digital yang memadai dari lingkungan sekolah dan keluarga.
Proses Penyelidikan dan Pengakuan Pelaku
Pihak kepolisian yang menangani kasus ini telah meminta keterangan dari pelaku, saksi, dan pihak sekolah. Berdasarkan hasil pemeriksaan, pelaku mengaku mencoba melakukan eksperimen setelah melihat video yang menampilkan teknik pembuatan bahan berpotensi meledak. Remaja itu tidak bermaksud menyakiti teman atau guru, namun kelalaiannya menyebabkan cedera dan kerusakan sekolah.
Petugas menemukan barang-barang yang digunakan pelaku berasal dari bahan yang mudah didapat. Hal ini semakin menegaskan bahwa akses terhadap informasi berbahaya di media sosial menjadi ancaman nyata bagi anak muda.
Pihak berwajib juga menyatakan bahwa pelaku tidak menunjukkan tanda-tanda depresi, tekanan sosial berat, atau pengalaman bullying yang dapat mendorong tindakan balas dendam. Motif utamanya mengarah pada rasa ingin tahu yang keliru, ditambah pengaruh media digital yang tidak terkontrol.
Reaksi Sekolah dan Peran Orang Tua
Pihak sekolah menegaskan komitmennya untuk memperketat pengawasan terhadap aktivitas siswa, terutama yang terkait barang bawaan, penggunaan ruang kosong, serta kegiatan eksperimen di luar izin guru. Guru-guru juga diminta lebih peka terhadap perubahan perilaku siswa, sekalipun perubahan itu terlihat kecil.
Orang tua ikut menyoroti pentingnya edukasi literasi digital. Banyak dari mereka menyadari bahwa anak-anak kini memiliki akses ke internet tanpa batas, sementara pengawasan orang tua sulit dilakukan setiap saat. Orang tua juga diminta aktif berdiskusi dengan anak mengenai konten apa saja yang mereka konsumsi di media sosial.
Hal ini memperjelas bahwa keselamatan anak tidak hanya bergantung pada sekolah, tetapi juga pada keluarga dan lingkungan digital yang mereka temui setiap hari.
Dampak Insiden bagi Dunia Pendidikan
Insiden di SMAN 72 membuka diskusi baru mengenai keamanan sekolah dan peran edukasi teknologi. Banyak pihak mendesak agar kurikulum literasi digital diperkuat, terutama terkait bahaya konten daring yang tidak tervalidasi. Guru juga perlu dilatih untuk mengenali pola perilaku berisiko pada remaja.
Beberapa sekolah bahkan mulai mempertimbangkan kebijakan pembatasan penggunaan gawai selama jam pelajaran. Selain itu, ada wacana membuat aturan baru terkait akses internet di lingkungan sekolah untuk meminimalkan risiko serupa.
Pemerintah daerah juga menilai pentingnya kolaborasi dengan platform media sosial. Teknologi filtrasi, pelaporan cepat, dan pengawasan konten harus diperkuat agar video berbahaya tidak mudah dikonsumsi anak di bawah umur.
Kesimpulan: Bukan Bullying, Tapi Efek Lingkungan Digital
Insiden ledakan di SMAN 72 Jakarta menjadi peringatan keras bahwa bahaya di dunia pendidikan tidak selalu berasal dari faktor internal seperti bullying. Terkadang, ancaman justru datang dari luar sekolah—dari dunia digital yang sepenuhnya terbuka dan sulit dikendalikan.
Pernyataan Pramono menegaskan bahwa penyebab utama tindakan siswa adalah konten berbahaya di media sosial. Ini menunjukkan perlunya pendekatan baru dalam melindungi anak-anak dari dampak negatif internet.
Dengan penguatan edukasi digital, kerja sama antara pemerintah, sekolah, orang tua, dan platform online, kejadian serupa dapat dicegah di masa depan. Dunia pendidikan harus belajar dari insiden ini untuk memastikan keamanan dan psikologis siswa tetap terlindungi.

Cek Juga Artikel Dari Platform beritabumi.web.id
